Sentra
kerajinan mulai redup ketika krisis ekonomi menerpa tahun 1998 silam,
khususnya para perajin yang hanya mengandalkan pasar dalam negeri
limbung. Harga-harga bahan baku melonjak drastis. Para perajin mulai
kolaps satu per satu. Namun, tetap ada perajin yang masih bertahan,
karena menggantungkan pasar luar negeri. Meski bahan baku harganya
melonjak, tetapi dapat diimbangi dengan naiknya nilai tukar dolar AS.
Naga-naganya
tahun-tahun mendatang bakal menjadi tahun berat bagi para perajin
khususnya keramik. Begitu juga dengan yang dirasakan oleh perajin di
sentra keramik Desa Kampok, Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara.
Itu tidak lain karena mulai tahun ini diberlakukan ACFTA, pedagangan
bebas di wilayah Asean dan Cina.
Belum
ada yang tahu, apakah para perajin di Klampok akan mampu bertarung dan
tetap menjadi pilihan masyarakat. Itu semua memang pertanyaan besar yang
hanya dapat dijawab pada waktu-waktu mendatang.
Sejarah
panjang industri keramik Klampok telah dimulai sejak tahun 1960-an
silam. Dalam perjalanannya, tahun 1970-an, Klampok yang berada di jalur
utama penghubung Purwokerto-Semarang tersebut menjadi sentra keramik.
Ratusan perajin yang merupakan warga desa setempat mampu menghidupi
keluarganya dengan membuat keramik.