Motto Pecinta Alam

jangan melempar apapun, kecuali pandanganmu
jangan membunuh apapun, selain waktu
jangan mengambil apapun, selain foto
jangan meninggalkan apapun, selain jejak kaki
Dilarang melakukan Vandalisme (mencoret coret, mengotori dll)

Save Our Nature

Don't throw away anything but your looks
Don't Kill anything but time
Don't take anything but pictures
Don't leave anything but footprints

Gunung Lawe “Lawe Artificial Climbing”

Salah satunya adalah Gunung Lawe yang terletak di Dusun Kendaga, Banjarnegara. Gunung lawe terbentuk dari batuan andesit muda. Gunung Lawe sering digunakan oleh mahasiswa untuk climbing. Dengan tinggi gunung sekitar 230 meter dan batuan andesit muda memberi tantangan sendiri untuk pemanjat. Kabut yang biasanya menutupi Gunung Lawe muncul sekitar jam tiga sore, sehingga dalam pemilihan waktu untuk melakukan pemanjatan harus benar-benar diperhitungkan. Hujan yang selalu membasahi tebing ini sering terjadi pada malam hari, sehingga pada pagi hari batuan sedikit licin karena basahan oleh hujan. Sisi selatan yang sering di panjat karena kontur pada sisi utara landai dan dimanfaatkan oleh para pemanjat untuk berjalan sapai puncak tebing.
Jalur pemanjatan di Tebing Lawe yang ada sampai saat ini (yang sampai puncak) praktis di buat oleh Unit Pandu Lingkungan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Jenderal Soedirman (UPL MPA UNSOED). Adapun jalur pemanjatannya cukup menantang. Diawali medan batuan halus, licin dan berlumut, dengan kemiringan sekitar 80°. Lalu masuk batuan andesit muda yang rapuh dan bertumpuk-tumpuk sampai pada ketinggian 60 meter dan di sana terdapat teras kecil. Selanjutnya bermedan overhang sampai ketinggian 75 meter, dimana di sana terdapat teras besar yang dinamakan Gajahan. Di atasnya, dinding tebing ditumbuhi rumput, sekilas seperti pijakan-pijakan kecil, Tetapi ternyata blank. Mendekati puncak, medan didominasi semak, banyak terdapat alap-alap.


Untuk memanjat tebing ini biasanya digunakan Himalayan Technic, yaitu pemanjat dibagi menjadi beberapa tim. Pertama tim atlet yang terdiri dari seorang leader atau pembuat jalur dan dua orang belayer (jika menggunakan sistem double belay). Tim kedua yaitu tim pendukung yang bertugas di dasar tebing, mengatur tali transport dan bersiap sebagai tim rescue jika terjadi sesuatu. Selanjutnya tim terakhir adalah tim pengamat yang berada di lokasi strategis yang dapat mengamati dasar tebing sampai ke puncak tebing. Untuk mencapai puncak Tebing Lawe dari dasar tebing biasanya diperlukan waktu 6 hari dengan 4 malam Flying Camp di tempat yang berbeda. Flying Camp pertama biasanya di teras besar di ketinggian sekitar 75 meter yang dinamakan Gajahan, untuk selanjutnya di teras-teras yang relatif kecil.
Di puncak pendakian, para pengunjung akan disuguhi pemandangan wilayah kota Banjarnegara yang terhampar luas dari pusat kota hingga kecamatan2 di sebelah barat. Bendungan Jendral Sudirman atau lebih dikenal dengan sebutan waduk Mrican, terlihat jelas dari puncak gunung. Demikian pula aliran sungai Serayu, sungai Mrawu dan hamparan persawahan. Di puncak Lawe tersebut, pendaki juga dapat merasakan betapa alam ciptaan Allah SWT ini begitu indahnya. betapa kita sebagai manusia menyadari betapa kecilnya kita ketika kita memandang alam Banjarnegara yang luas terbentang terlihat dari Puncak Gunung Lawe ini.
























2 komentar: