Sentra
kerajinan mulai redup ketika krisis ekonomi menerpa tahun 1998 silam,
khususnya para perajin yang hanya mengandalkan pasar dalam negeri
limbung. Harga-harga bahan baku melonjak drastis. Para perajin mulai
kolaps satu per satu. Namun, tetap ada perajin yang masih bertahan,
karena menggantungkan pasar luar negeri. Meski bahan baku harganya
melonjak, tetapi dapat diimbangi dengan naiknya nilai tukar dolar AS.
Naga-naganya
tahun-tahun mendatang bakal menjadi tahun berat bagi para perajin
khususnya keramik. Begitu juga dengan yang dirasakan oleh perajin di
sentra keramik Desa Kampok, Kecamatan Purwareja Klampok, Banjarnegara.
Itu tidak lain karena mulai tahun ini diberlakukan ACFTA, pedagangan
bebas di wilayah Asean dan Cina.
Belum
ada yang tahu, apakah para perajin di Klampok akan mampu bertarung dan
tetap menjadi pilihan masyarakat. Itu semua memang pertanyaan besar yang
hanya dapat dijawab pada waktu-waktu mendatang.
Sejarah
panjang industri keramik Klampok telah dimulai sejak tahun 1960-an
silam. Dalam perjalanannya, tahun 1970-an, Klampok yang berada di jalur
utama penghubung Purwokerto-Semarang tersebut menjadi sentra keramik.
Ratusan perajin yang merupakan warga desa setempat mampu menghidupi
keluarganya dengan membuat keramik.
Zaman
keemasan mulai benar-benar terlihat sekitar tahun 1985 hingga
pertengahan 1997. Tahun-tahun tersebut, kerajinan keramik Klampok setara
dengan Kasongan, Bantul, Yogyakarta. Bahkan, para perajin juga membuat
showroom di Bali dan Jakarta. Bahkan,
pembeli dari luar negeri, misalnya Singapura dan Malaysia datang langsung ke Klampok untuk membeli produk keramik.
Recovery
memang berjalan, namun “kesehatannya” tidak sepenuh ketika sebelum
terjadi krisis. Hanya sebagian perajin yang mampu melanjutkan usahanya.
Namun demikian masalah kembali muncul ketika pemerintah menerapkan
konversi minyak tanah ke gas. Perajin juga mulai beradaptasi, meski
dengan susah payah harus mengganti alat pembakaran dengan bahan bakar
gas.
Hampir
dalam waktu bersamaan muncul krisis global finansial yang berdampak
pada ekspor. Bahkan, ada perajin yang sudah deal dengan AS, namun
kemudian perusahaan di Paman Sam tersebut membatalkannya karena krisis
global tersebut. Kini, masalah besar di depan mata, dengan pemberlakuan
ACFTA yang mengharuskan peerajin Klampok harus bertarung bebas dengan
produk dari Cina.
oleh : (liliek dharmawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar